INSEMINASI BUATAN PADA AYAM
AYAM merupakan salah satu ternak unggas yang sudah tidak asing
lagi dikalangan masyarakat dan penyebarannya pun telah merata terutama di
pedesaan. Hal ini disebabkan oleh perawatannya mudah, daya tahan hidupnya cukup
tinggi, adaptasi dengan lingkungan dan makanan mudah serta lebih digemari
masyarakat karena baik daging dan telurnya memiliki cita rasa yang lebih
disukai dibandingkan unggas ras.
Saat ini, pengembangan ayam sudah diarahkan sebagai penghasil
daging dan telur konsumsi, namun masih mengalami berbagai kendala, yakni:
rendahnya produksi, terbatasnya manajemen pemeliharaan, dan tingginya variasi
genetik. Untuk usaha yang diarahkan sebagai unggas pedaging, teknologi tersebut
masih mengalami berbagai kendala seperti sulitnya menghasilkan anak unggas
(DOC) dalam jumlah banyak dan seragam dengan waktu yang relatif singkat.
Kualitas semen dan fertilitas semen unggas yang dihasilkan di tingkat peternak
cukup baik, namun angka kematian embrio dan rentang masa bertelur periode
indukan yang masih tinggi (20 – 44%) akan mengurangi arti pejantan.
Upaya untuk mengatasi kendala pengadaan bibit baik secara
kuantitas maupun kualitas adalah dengan memperbaiki/menerapkan sistem
perkawinan dan program seleksi yang baik. Salah satu metode perkawinan yang mempunyai
prospek untuk dikembangkan pada pemeliharaan ayam dalam kandang baterai adalah
dengan menerapkan teknologi inseminasi buatan (IB).
Inseminasi Buatan (Articial Insemination) dan lebih sering disebut
kawin suntik adalah suatu metode pembuahan yang dilakukan diluar perkawinan
alam dengan istilah lain mengawinkan secara buatan dengan menyuntikkan semen ke
dalam saluran reproduksi betina yang sedang berahi. Sedangkan teknologi
Inseminasi (IB) pada ayam merupakan teknologi sederhana karena dilakukan dan dikerjakan
dengan mudah oleh peternak, peralatan IB sederhana, mudah diperoleh dan
harganya murah. Pada ayam kampung dengan sistem IB dapat mengupayakan pengadaan
Day Old Chick (DOC/ anak ayam) dalam jumlah banyak dan berumur sama. Selama ini
sulit mencari bibit Day Old Chick (DOC) ayam kampung padahal kenyataannya harga
jual relatif lebih tinggi dan relatif stabil dengan inseminasi buatan mungkin
penyediaan anak ayam sebagai bibit akan lebih mudah.
Lebih lanjut, melalui penerapan teknologi IB akan diperoleh peningkatan
produksi telur tetas yang berasal dari induk dan pejantan yang mempunyai
produksi tinggi, sehingga apabila telur tersebut ditetaskan maka akan
diproduksi anak dalam jumlah banyak dan kualitasnya baik. Manfaat lain dari
penerapan IB adalah meningkatkan esiensi penggunaan pejantan, memungkinkan
dilaksanakan persilangan serta dapat dijadikan sebagai sarana peningkatan mutu
genetik. Dalam penerapan teknologi IB ada faktor yang berpengaruh terhadap
fertilitas telur, yaitu: konsentrasi sperma, interval antara waktu inseminasi,
waktu inseminasi, deposisi semen, umur, dan strain unggas.
Pada penerapan teknologi IB ada beberapa hal-hal yang perlu
diperhatikan untuk keberhasilan IB pada ayam yaitu: 1. Konsentrasi spermatozoa
100 juta/ml cukup untuk menghasilkan fertilitas lebih dari 95% dari telur yang
dikumpulkan dari hari ke 2-9 setelah IB. Konsentrasi kurang dari 100 juta/ml
menurunkan fertilitas telur. 2. Interval antara waktu inseminasi sangat
dipengaruhi oleh kemampuan sperma untuk hidup transit dan disimpan pada alat
reproduksi unggas betina. Spermatozoa ini disimpan dalam glandula oviduct.
Waktu ideal untuk memperoleh fertilitas yang tinggi adalah 6-10 hari (rata-rata
7 hari), oleh karena itu IB dilakukan sekali dalam seminggu. 3. Transit dan
penyimpanan spermatozoa di dalam saluran reproduksi dipengaruhi oleh aktivitas
dari oviduct antara lain ada atau tidaknya telur di uterus, sekresi bagian
telur, sekresi cairan uterus. Keberhasilan IB berkorelasi dengan saat prooses
pembentukan telur. Di dalam industri peternakan unggas pembibit, IB dilakukan 8
jam setelah matahari terbit atau memakai penerangan buatan. Hal ini karena
sebagian besar unggas bertelur 4 jam setelah mendapatkan cahaya. 4. Secara
teoritis tempat untuk IB dapat dilakukan pada alat reproduksi unggas pada
bagian vagina, uterus atau magnum. Tempat terbaik untuk IB sebenarnya pada
utero-vaginal junction tetapi sulit pelaksanaannya karena tempatnya masuk ke
dalam alat reproduksi kira-kira 3-4 cm dari kloaka. Biasanya IB sering
dilakukan pada pertengahan vagina yaitu kira-kira 1-2 cm dari kloaka agar
sperma tidak kembali karena adanya kontraksi oviduct atau erosi dari utero vaginal
junction. Erosi sperma yang masuk menyebabkan terjadinya infertilitas.
Keunggulan perkawinan IB pada pembibitan ayam, harus mengenali
sistem pembibitan dengan kawin alam terlebih dahulu. Pada pembibitan dengan
kawin alam, dipakai sistem koloni kecil, dengan perbandingan 1 : 10 (seekor
pejantan dicampur dengan 10 ekor betina). Metode ini di pakai karena pejantan
lokal akan terus bertarung jika ada pejantan lain. “Cara ini efektif dan tidak
ribet. Tetapi secara ekonomi kurang efisien,”.
Sistem IB dapat mengefisienkan rasio pejantan dalam populasi
hingga 5-6 kali lipat. Dalam sekali pengambilan sperma dengan cara diurut
bagian punggung, pejantan bangkok pedotan bisa menghasilkan 1-1,5 cc sperma.
“Kalau pejantan kampung bisa 2-3 cc,” tandasnya. Sperma yang ditampung dalam
tabung kaca ini bisa diencerkan 5 kali tanpa diaduk, cukup di goyang – goyang
sehingga menghasilkan 6-8 cc sperma encer. Sebagai bahan pengencer, di pakailah
cairan NaCl Fisiologis atau air kelapa. Jika dosis inseminasi setiap ekor
betina antara 0,1 – 0,15 cc, maka larutan sperma encer itu bisa dipakai untuk
membuahi 60 ekor betina. “Frekuensi inseminasi setiap 4 hari, atau seminggu 2
kali,”
Di samping itu, perbandingan dengan kawin alam jumlah pejantan
yang dibutuhkan untuk setiap 1.500 ekor betina sebanyak 150 ekor. Sedangkan
pada sistem IB hanya 25- 30 ekor saja, atau selisih sekitar 120 ekor dibanding
sistem kawin alam. “Harga seekor pejantan pedotan yang bagus mencapai Rp 120
ribu/ekor,” sebutnya. Dengan demikian, setiap 1.500 ekor betina, pada kawin
alam butuh investasi pejantan sebesar Rp 18 juta. Sedangkan pada sistem IB
investasi pejantan hanya Rp 3 – 3,6 juta. Lebih lanjut, keuntungan IB pada
pembibitan ayam bukan hanya soal uang semata, tetapi juga menyentuh sisi
manajemen. “Contohnya sistem IB lebih mudah diterapkan pada kandang baterai.
Betina yang tidak lagi produktif mudah ketahuan, dan langsung di culling
(dikeluarkan),”
Di sisi lain, ada beberapa keuntungan IB dibandingkan perkawinan
secara alami dalam pengadaan DOC adalah: a. Memungkinkan dilakukannya seleksi
dan persilangan antar induk yang memiliki mutu genetik unggul, sehingga dapat
dihasilkan DOC unggul untuk tujuan tertentu (telur, daging atau keduanya), b.
Memungkinkan dilakukannya persilangan bagi unggas jantan unggul yang sulit melakukan
perkawinan secara alami, c. Dapat menghasilkan DOC dalam jumlah banyak, seragam
dan dengan waktu relatif singkat, d. Memungkinkan dilakukannya persilangan
dengan unggas jenis lain, e. Dapat diaplikasikan kapan saja kita mau
memproduksi anak-anak unggas baik untuk pengganti induk yang ada sekarang,
maupun untuk dijual apabila ada pesanan, f. Sangat cocok sekali dengan sistem
pemeliharaan kandang baterai, g. Penanganan induk dan pejantan yang lebih
intensif untuk meningkatkan mutu bibit, h. Pelaksanaan IB relatif mudah dan
murah, i. Menurunkan jumlah pejantan sungguh tidak efisien apabila beternak
unggas tidak merencanakan pejantan dan betina yang dipelihara, j. Menghemat
pakan dengan mengurangi jumlah pejantan yang dipelihara berarti akan mengurangi
jumlah pakan yang diberikan dan keuntungan yang diperoleh akan lebih besar, k.
Menghemat tempat untuk pemeliharaan unggas pejantan, l. Meningkatkan fertilitas
telur perkawinan secara IB dapat meningkatkan fertilitas telur. dan m.
Meningkatkan harga DOC karena fertilitas meningkat maka jumlah anak unggas
(DOC) yang dihasilkan meningkat pula.
Keberhasilan IB dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu:
1. Kemampuan inseminator, 2. Daya tahan hidup spermatozoa, 3. Metode deposisi
semen, 4. Waktu IB, 5. Interval dan frekuensi IB selama produksi dan 6. Dosis
dan jenis pengenceran semen (jika diencerkan). Lebih lanjut, pada
perkembangannya metode intravagina lebih banyak digunakan untuk IB unggas
secara massal karena pelaksanaannya relatif cepat.
Dengan petugas inseminator yang baik dan dengan interval 3 – 5
hari sekali hasil di lapangan menunjukkan tingkat infertil yang rendah antara 8
– 12 % dengan daya tetas dapat dicapai di atas 80 %. Selamat membaca, semoga
bermanfaat
Penulis
Dr. Ferry
Lismanto Syaiful, S.Pt,
Dosen
Universitas Andalas
No comments:
Post a Comment