Wednesday, April 1, 2020

IB Pada Ayam


INSEMINASI BUATAN PADA AYAM

AYAM merupakan salah satu ternak unggas yang sudah tidak asing lagi dikalangan masyarakat dan penyebarannya pun telah merata terutama di pedesaan. Hal ini disebabkan oleh perawatannya mudah, daya tahan hidupnya cukup tinggi, adaptasi dengan lingkungan dan makanan mudah serta lebih digemari masyarakat karena baik daging dan telurnya memiliki cita rasa yang lebih disukai dibandingkan unggas ras.
Saat ini, pengembangan ayam sudah diarahkan sebagai penghasil daging dan telur konsumsi, namun masih mengalami berbagai kendala, yakni: rendahnya produksi, terbatasnya manajemen pemeliharaan, dan tingginya variasi genetik. Untuk usaha yang diarahkan sebagai unggas pedaging, teknologi tersebut masih mengalami berbagai kendala seperti sulitnya menghasilkan anak unggas (DOC) dalam jumlah banyak dan seragam dengan waktu yang relatif singkat. Kualitas semen dan fertilitas semen unggas yang dihasilkan di tingkat peternak cukup baik, namun angka kematian embrio dan rentang masa bertelur periode indukan yang masih tinggi (20 – 44%) akan mengurangi arti pejantan.
Upaya untuk mengatasi kendala pengadaan bibit baik secara kuantitas maupun kualitas adalah dengan memperbaiki/menerapkan sistem perkawinan dan program seleksi yang baik. Salah satu metode perkawinan yang mempunyai prospek untuk dikembangkan pada pemeliharaan ayam dalam kandang baterai adalah dengan menerapkan teknologi inseminasi buatan (IB).
Inseminasi Buatan (Articial Insemination) dan lebih sering disebut kawin suntik adalah suatu metode pembuahan yang dilakukan diluar perkawinan alam dengan istilah lain mengawinkan secara buatan dengan menyuntikkan semen ke dalam saluran reproduksi betina yang sedang berahi. Sedangkan teknologi Inseminasi (IB) pada ayam merupakan teknologi sederhana karena dilakukan dan dikerjakan dengan mudah oleh peternak, peralatan IB sederhana, mudah diperoleh dan harganya murah. Pada ayam kampung dengan sistem IB dapat mengupayakan pengadaan Day Old Chick (DOC/ anak ayam) dalam jumlah banyak dan berumur sama. Selama ini sulit mencari bibit Day Old Chick (DOC) ayam kampung padahal kenyataannya harga jual relatif lebih tinggi dan relatif stabil dengan inseminasi buatan mungkin penyediaan anak ayam sebagai bibit akan lebih mudah.
Lebih lanjut, melalui penerapan teknologi IB akan diperoleh peningkatan produksi telur tetas yang berasal dari induk dan pejantan yang mempunyai produksi tinggi, sehingga apabila telur tersebut ditetaskan maka akan diproduksi anak dalam jumlah banyak dan kualitasnya baik. Manfaat lain dari penerapan IB adalah meningkatkan esiensi penggunaan pejantan, memungkinkan dilaksanakan persilangan serta dapat dijadikan sebagai sarana peningkatan mutu genetik. Dalam penerapan teknologi IB ada faktor yang berpengaruh terhadap fertilitas telur, yaitu: konsentrasi sperma, interval antara waktu inseminasi, waktu inseminasi, deposisi semen, umur, dan strain unggas.
Pada penerapan teknologi IB ada beberapa hal-hal yang perlu diperhatikan untuk keberhasilan IB pada ayam yaitu: 1. Konsentrasi spermatozoa 100 juta/ml cukup untuk menghasilkan fertilitas lebih dari 95% dari telur yang dikumpulkan dari hari ke 2-9 setelah IB. Konsentrasi kurang dari 100 juta/ml menurunkan fertilitas telur. 2. Interval antara waktu inseminasi sangat dipengaruhi oleh kemampuan sperma untuk hidup transit dan disimpan pada alat reproduksi unggas betina. Spermatozoa ini disimpan dalam glandula oviduct. Waktu ideal untuk memperoleh fertilitas yang tinggi adalah 6-10 hari (rata-rata 7 hari), oleh karena itu IB dilakukan sekali dalam seminggu. 3. Transit dan penyimpanan spermatozoa di dalam saluran reproduksi dipengaruhi oleh aktivitas dari oviduct antara lain ada atau tidaknya telur di uterus, sekresi bagian telur, sekresi cairan uterus. Keberhasilan IB berkorelasi dengan saat prooses pembentukan telur. Di dalam industri peternakan unggas pembibit, IB dilakukan 8 jam setelah matahari terbit atau memakai penerangan buatan. Hal ini karena sebagian besar unggas bertelur 4 jam setelah mendapatkan cahaya. 4. Secara teoritis tempat untuk IB dapat dilakukan pada alat reproduksi unggas pada bagian vagina, uterus atau magnum. Tempat terbaik untuk IB sebenarnya pada utero-vaginal junction tetapi sulit pelaksanaannya karena tempatnya masuk ke dalam alat reproduksi kira-kira 3-4 cm dari kloaka. Biasanya IB sering dilakukan pada pertengahan vagina yaitu kira-kira 1-2 cm dari kloaka agar sperma tidak kembali karena adanya kontraksi oviduct atau erosi dari utero vaginal junction. Erosi sperma yang masuk menyebabkan terjadinya infertilitas.
Keunggulan perkawinan IB pada pembibitan ayam, harus mengenali sistem pembibitan dengan kawin alam terlebih dahulu. Pada pembibitan dengan kawin alam, dipakai sistem koloni kecil, dengan perbandingan 1 : 10 (seekor pejantan dicampur dengan 10 ekor betina). Metode ini di pakai karena pejantan lokal akan terus bertarung jika ada pejantan lain. “Cara ini efektif dan tidak ribet. Tetapi secara ekonomi kurang efisien,”.
Sistem IB dapat mengefisienkan rasio pejantan dalam populasi hingga 5-6 kali lipat. Dalam sekali pengambilan sperma dengan cara diurut bagian punggung, pejantan bangkok pedotan bisa menghasilkan 1-1,5 cc sperma. “Kalau pejantan kampung bisa 2-3 cc,” tandasnya. Sperma yang ditampung dalam tabung kaca ini bisa diencerkan 5 kali tanpa diaduk, cukup di goyang – goyang sehingga menghasilkan 6-8 cc sperma encer. Sebagai bahan pengencer, di pakailah cairan NaCl Fisiologis atau air kelapa. Jika dosis inseminasi setiap ekor betina antara 0,1 – 0,15 cc, maka larutan sperma encer itu bisa dipakai untuk membuahi 60 ekor betina. “Frekuensi inseminasi setiap 4 hari, atau seminggu 2 kali,”
Di samping itu, perbandingan dengan kawin alam jumlah pejantan yang dibutuhkan untuk setiap 1.500 ekor betina sebanyak 150 ekor. Sedangkan pada sistem IB hanya 25- 30 ekor saja, atau selisih sekitar 120 ekor dibanding sistem kawin alam. “Harga seekor pejantan pedotan yang bagus mencapai Rp 120 ribu/ekor,” sebutnya. Dengan demikian, setiap 1.500 ekor betina, pada kawin alam butuh investasi pejantan sebesar Rp 18 juta. Sedangkan pada sistem IB investasi pejantan hanya Rp 3 – 3,6 juta. Lebih lanjut, keuntungan IB pada pembibitan ayam bukan hanya soal uang semata, tetapi juga menyentuh sisi manajemen. “Contohnya sistem IB lebih mudah diterapkan pada kandang baterai. Betina yang tidak lagi produktif mudah ketahuan, dan langsung di culling (dikeluarkan),”
Di sisi lain, ada beberapa keuntungan IB dibandingkan perkawinan secara alami dalam pengadaan DOC adalah: a. Memungkinkan dilakukannya seleksi dan persilangan antar induk yang memiliki mutu genetik unggul, sehingga dapat dihasilkan DOC unggul untuk tujuan tertentu (telur, daging atau keduanya), b. Memungkinkan dilakukannya persilangan bagi unggas jantan unggul yang sulit melakukan perkawinan secara alami, c. Dapat menghasilkan DOC dalam jumlah banyak, seragam dan dengan waktu relatif singkat, d. Memungkinkan dilakukannya persilangan dengan unggas jenis lain, e. Dapat diaplikasikan kapan saja kita mau memproduksi anak-anak unggas baik untuk pengganti induk yang ada sekarang, maupun untuk dijual apabila ada pesanan, f. Sangat cocok sekali dengan sistem pemeliharaan kandang baterai, g. Penanganan induk dan pejantan yang lebih intensif untuk meningkatkan mutu bibit, h. Pelaksanaan IB relatif mudah dan murah, i. Menurunkan jumlah pejantan sungguh tidak efisien apabila beternak unggas tidak merencanakan pejantan dan betina yang dipelihara, j. Menghemat pakan dengan mengurangi jumlah pejantan yang dipelihara berarti akan mengurangi jumlah pakan yang diberikan dan keuntungan yang diperoleh akan lebih besar, k. Menghemat tempat untuk pemeliharaan unggas pejantan, l. Meningkatkan fertilitas telur perkawinan secara IB dapat meningkatkan fertilitas telur. dan m. Meningkatkan harga DOC karena fertilitas meningkat maka jumlah anak unggas (DOC) yang dihasilkan meningkat pula.
Keberhasilan IB dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu: 1. Kemampuan inseminator, 2. Daya tahan hidup spermatozoa, 3. Metode deposisi semen, 4. Waktu IB, 5. Interval dan frekuensi IB selama produksi dan 6. Dosis dan jenis pengenceran semen (jika diencerkan). Lebih lanjut, pada perkembangannya metode intravagina lebih banyak digunakan untuk IB unggas secara massal karena pelaksanaannya relatif cepat.
Dengan petugas inseminator yang baik dan dengan interval 3 – 5 hari sekali hasil di lapangan menunjukkan tingkat infertil yang rendah antara 8 – 12 % dengan daya tetas dapat dicapai di atas 80 %. Selamat membaca, semoga bermanfaat


Penulis
Dr. Ferry Lismanto Syaiful, S.Pt,
Dosen Universitas Andalas




No comments:

Post a Comment

SUPLEMENTASI BERBAGAI DOSIS HORMON FSH DAN GnRH TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO SAPI PESISIR HASIL SUPEROVULASI ( Ferry Lismanto Syaiful)

SUPLEMENTASI BERBAGAI DOSIS HORMON FSH DAN GnRH TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO SAPI PESISIR HASIL SUPEROVULASI ( Ferry Lismanto Syaiful)      ...